
KOLTIM, Aspirasisultra.com – Dalam upaya mengendalikan lonjakan Inflasi Perkotaan Harian (IPH) dan menjaga stabilitas harga bahan pokok, Wakil Bupati Kolaka Timur, H. Yosep Sahaka, S.Pd., M.Pd., memimpin langsung inspeksi mendadak (sidak) ke sejumlah pasar tradisional dan distributor di empat kecamatan, yakni Tirawuta, Ladongi, Mowewe, dan Lambandia, Minggu (15/6).
Kegiatan tersebut turut didampingi oleh Pelaksana Harian (Plh) Sekda Koltim La Fala, S.E, sejumlah pimpinan OPD terkait, serta unsur TNI dan Polri yang tergabung dalam Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Kabupaten Kolaka Timur.
Sidak ini merupakan tindak lanjut dari laporan terbaru mengenai tingginya angka inflasi di Kabupaten Kolaka Timur yang kini masuk dalam 10 besar kabupaten/kota dengan tingkat inflasi tertinggi di Provinsi Sulawesi Tenggara.

Dalam keterangannya, Wabup Yosep menjelaskan bahwa tiga komoditas utama yang menjadi pemicu inflasi di daerah ini adalah beras, cabai, dan daging ayam. Ketiganya mengalami fluktuasi harga cukup signifikan, yang berdampak langsung terhadap daya beli masyarakat.
Menurut Yosep, penyebab utama kelangkaan beras di Koltim berasal dari perilaku sejumlah penggilingan beras yang membatasi distribusi ke masyarakat lokal dan lebih memilih menyalurkan produknya ke luar daerah. Padahal, secara produksi, Koltim diketahui mengalami surplus beras.
“Setelah kami turun langsung ke lapangan, ternyata penyebab utama keterbatasan stok adalah penggilingan yang tidak memprioritaskan kebutuhan lokal,” ungkapnya.

Untuk mengatasi hal tersebut, Pemda Koltim segera mengambil langkah tegas. Wakil Bupati telah memerintahkan Dinas Ketapang untuk segera mengeluarkan cadangan beras pemda yang tersimpan di gudang Bulog. Namun, hal ini masih dalam tahap kajian karena Pemerintah Pusat juga akan menyalurkan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) untuk membantu masyarakat terdampak inflasi dan kemiskinan ekstrem, khususnya di daerah rawan pangan. penyaluran beras ini akan dilakukan melalui mekanisme pasar murah guna menstabilkan harga di tingkat konsumen.
“Surat perintah sudah saya tandatangani, dan rencananya distribusi dimulai hari Senin melalui pasar murah untuk menekan harga,” jelas Yosep.

Selain itu, harga gabah di tingkat petani juga turut menjadi perhatian serius. Pemerintah telah menetapkan harga pembelian gabah sebesar Rp6.500/kg, namun di lapangan, harga gabah kini mencapai Rp7.100/kg. Kenaikan ini secara langsung memicu naiknya harga beras di pasaran.
“Dari penggilingan, kami dapat informasi bahwa harga gabah yang mereka terima cukup tinggi, sehingga harga beras pun melonjak,” jelas Wabup.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan Koltim, Idarwati, menambahkan bahwa harga beras sangat dipengaruhi oleh kualitas dan jenis penggilingan.
“Untuk beras kualitas bagus bisa mencapai Rp730.000 per karung, sementara beras dari penggilingan kecil berkisar di Rp710.000. Kenaikan ini tidak bisa dihindari karena harga bahan baku memang naik,” jelasnya.
Namun demikian, untuk bahan pokok lain seperti gula, minyak goreng, dan telur masih relatif stabil.
Idarwati menambahkan bahwa pihaknya terus memantau ketersediaan bahan pokok dan bekerja sama dengan Bulog agar beras pemerintah melalui program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) bisa segera disalurkan. Gerakan Pangan Murah menjadi solusi konkret yang akan terus didorong oleh pemda.
Selain itu, langkah-langkah pemanfaatan pekarangan untuk menanam cabai mulai digalakkan. Idarwati mengatakan bahwa masyarakat harus diberdayakan untuk menanam sendiri komoditas strategis seperti cabai.
“Kita tidak bisa terus bergantung pada pasokan dari luar daerah seperti Enrekang. Potensi lahan di Koltim sangat besar dan subur, tinggal bagaimana kita mengoptimalkannya,” ucapnya.
Untuk mendukung hal ini, Kepala BPMD diminta agar mewajibkan setiap desa mengalokasikan anggaran untuk budidaya cabai dalam program pemberdayaan masyarakat desa.
“Kalau seluruh desa tanam cabai, saya yakin dalam waktu tiga bulan kedepan kita bisa mandiri dalam kebutuhan cabai,” Imbuhnya.
Sidak yang dilakukan dinas Ketapang bersama Wabup juga menyasar pasar-pasar besar seperti Mowewe, Tirawuta, dan Ladongi, yang merupakan pusat pengumpulan data harga oleh BPS. Dari sidak ini diketahui sebagian besar cabai yang beredar berasal dari luar daerah. Maka, rencana kerja sama antar daerah penghasil cabai akan segera dijalin, selain pemberdayaan lokal.
Selaku dinas Ketapang bersama Wabup juga meminta agar seluruh distributor berperan aktif dalam menjamin ketersediaan bahan pokok di setiap pasar. Ia mengimbau agar tidak ada aksi penimbunan, dan sejauh ini tidak ditemukan indikasi tersebut di Koltim.
“Distribusi barang harus dilakukan secara merata, tidak boleh ada yang menahan stok. Itu akan memperburuk inflasi,” tegasnya.
Menurutnya, pangan tidak bisa dibatasi karena merupakan kebutuhan dasar manusia. Ia juga menegaskan bahwa beras pemerintah yang disimpan di gudang daerah harus dimanfaatkan untuk kebutuhan masyarakat lokal sebelum dikirim ke daerah lain.
“Penggilingan juga kami minta agar memprioritaskan pedagang lokal, bukan hanya langganan luar daerah,” tuturnya.
Masalah menurunnya daya beli masyarakat juga menjadi perhatian. Pemda melihat bahwa lesunya peredaran uang disebabkan oleh proyek-proyek yang belum berjalan dan ekonomi yang belum sepenuhnya pulih. Oleh sebab itu, penguatan ekonomi rakyat melalui akses bahan pokok murah dan dukungan produksi pangan lokal menjadi strategi utama.
Pemantauan harga dan distribusi bahan pokok akan terus dilakukan oleh Dinas Ketahanan Pangan dan Dinas Perdagangan. Pemerintah daerah berkomitmen menjaga harga tetap stabil dan terjangkau bagi masyarakat.
“Kami tidak tinggal diam. Setiap hari staf kami akan turun ke pasar besar seperti Ladongi, Tirawuta, Mowewe, dan Lambandia untuk memastikan distribusi dan harga tetap terkendali,” tutup idarwati.
Laporan : Jumran