
KOLTIM, Aspirasisultra.com – Dalam menghadapi lonjakan inflasi yang berdampak signifikan pada harga komoditas hortikultura, terutama cabai rawit dan cabai besar, Dinas Perkebunan dan Hortikultura Kabupaten Kolaka Timur terus melakukan berbagai strategi untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga pangan lokal.
Kepala Dinas Perkebunan Koltim, Lasky Paemba, SP., M. Si., dalam wawancara di ruang kerjanya bersama Media Aspirasisultra.com Pada Rabu, (18/06/2025) menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah fokus pada upaya pengendalian inflasi yang dipicu oleh fluktuasi harga cabai.
“Kami terus menggalakkan gerakan menanam cabai melalui kelompok tani yang memang fokus di komoditas ini. Tujuannya agar jalur suplai cabai tetap terjaga dan produksi meningkat sehingga inflasi bisa ditekan,” ungkapnya.
Berdasarkan data yang diterima oleh Dinas Perkebunan, kenaikan harga signifikan tercatat pada dua komoditas utama, yakni cabai rawit dan cabai merah besar. Terutama cabai rawit lokal yang lebih jarang ditemukan di pasar namun harganya kerap melonjak tinggi.
“Cabai rawit lokal memang sering kali harganya melambung. Pasokannya terbatas, Walaupun cabai dari produsen besar seperti Indofood tersedia di pasar, masyarakat cenderung mengincar cabai lokal karena rasanya yang lebih kuat. Ini yang kadang jadi pemicu inflasi,” tambahnya.
Untuk menanggulangi hal tersebut, dinas mendorong masyarakat agar dapat menanam cabai secara mandiri di rumah masing-masing, minimal 10 polybag per rumah tangga, sebagai langkah swasembada pangan tingkat rumah tangga, bahkan memberikan nilai ekonomi tambahan jika ditanam dalam jumlah lebih banyak.
Lasky juga menyampaikan bahwa salah satu tantangan besar yang dihadapi saat ini adalah peralihan minat petani dari budidaya cabai ke komoditas lain yang sedang naik daun, seperti nilam, yang dinilai lebih menguntungkan secara ekonomi dalam jangka pendek.
“Dulu ada petani yang menanam cabai di lahan satu hektare. Sekarang mereka bagi dua, setengah untuk cabai, setengah lagi nilam. Ini yang kami coba antisipasi dengan pembinaan dan penyuluhan agar lahan untuk cabai tidak berkurang drastis,” tutur Lasky.
Sebagai bentuk respons, Dinas melakukan pembinaan intensif kepada kelompok tani, mulai dari pelatihan pengendalian hama hingga bantuan pupuk meski dalam keterbatasan anggaran. Pemerintah daerah juga tetap memberikan bantuan seperti benih dan pupuk serta Mulsa produksi sebagai bentuk apresiasi dan dukungan kepada petani.
Terkait akses terhadap sarana produksi, Ia menegaskan bahwa pupuk tersedia dalam jumlah cukup, dan tidak menjadi persoalan utama. Namun, untuk alat dan mesin pertanian (alsintan), pihaknya mengakui masih sangat terbatas.
“Kami hanya memiliki cultivator Itu pun terbatas. Tapi kami siasati dengan sistem mobilisasi antar kecamatan. Setelah selesai digunakan di satu desa, langsung dipindahkan ke desa lain,” ujar Laski.
Menjelang akhir tahun 2025, Untuk menjaga kestabilan harga dan pasokan, Dinas Perkebunan telah menyiapkan program jangka pendek berupa gerakan tanam serentak cabai yang akan dilaksanakan di beberapa sentra utama seperti Kecamatan Lalolae, Ladongi, Loea, dan Lambandia.
“Meskipun Desember masih jauh, kita sudah harus bersiap menghadapi Natal dan Tahun Baru. Target tanam kita di bulan September, karena pasokan tinggi sangat dibutuhkan di akhir tahun,” terang Lasky.
Kendati demikian, faktor cuaca masih menjadi kendala besar. Hingga saat ini, curah hujan di Koltim masih tinggi, menghambat proses persiapan lahan untuk cabai.
Pada semester pertama tahun 2025, luas lahan tanam cabai telah mencapai sekitar 50 hektare, dan ditargetkan bisa meningkat hingga 150 hektare pada akhir tahun, walaupun tersebar di berbagai wilayah.
meskipun cenderung menurun seiring waktu, produksi cabai di Koltim tetap menunjukkan geliat. Berdasarkan Tabulasi Produksi Sayuran Buah Semusim di wilayah tersebut pada bulan januari hingga mei Tahun 2025, total produksi cabai dan tomat tercatat sebagai berikut:
1. Cabai besar : 227,03 kuintal
2. Cabai TW/Teropong: 114,58 kuintal
3. Cabai keriting: 112,45 kuintal
4. Cabai rawit: 194,20 kuintal
5. Tomat: 94,50 kuintal
Lasky menyampaikan apresiasinya kepada masyarakat petani yang tetap bertahan membudidayakan cabai meskipun harga jual sangat fluktuatif. Ia mengajak untuk tetap semangat bertani cabai yang memiliki peran strategis dalam menjaga ketahanan pangan dan kestabilan ekonomi lokal.
“Jangan mudah berpaling ke komoditas lain hanya karena harga sedang naik. Kita harus yakin, dalam delapan kali panen cabai, meski hanya dua kali harga bagus, itu cukup menopang penghasilan. Yang penting tetap semangat,” tambahnya.
Selain itu Inovasi baru yang tengah diwacanakan oleh Lasky paemba adalah program “Sekolah Menanam”, yang akan menyasar mulai dari tingkat SD sampai SLTA /sederajat. Tujuannya adalah menanamkan kecintaan terhadap dunia pertanian sejak usia dini.
“Kalau ini bisa diterapkan, kita bisa mencetak generasi yang mencintai lingkungan dan pertanian. Sekolah bukan hanya tempat belajar teori, tapi juga praktik bercocok tanam, Harapan kami, jika memungkinkan, program ini bisa berjalan dan menjadi warisan berkelanjutan” ujarnya optimis
Di akhir wawancara, Dinas Perkebunan dan Hortikultura Koltim optimis bahwa dengan kolaborasi pemerintah, petani, dan masyarakat, inflasi bisa ditekan, produksi pertanian tetap terjaga, dan ketahanan pangan lokal makin kuat.
Program-program yang disiapkan baik jangka pendek maupun panjang diharapkan menjadi solusi konkret bagi permasalahan yang sedang dihadapi sektor pertanian di Koltim
“Kalau setiap rumah tanam 10 folibek saja, saya kira kebutuhan cabai rumah tangga sudah tidak sulit lagi. Bahkan bisa dijual. Ini yang harus kita dorong bersama,” tutup Lasky.
Laporan : Jumran